Friday, September 9, 2016

[LIR BOOK REVIEW] The Book of Forbidden Feelings


*****

The Book of Forbidden Feelings – Lala Bohang
PT Gramedia Pustaka Utama / 2016


      "I wanted to say, ‘I would love to know your obsessions, is it landed house, gadgets, power, domestic life, succulent plants, achievements, money, work, more likes and followers, health, validation, sex, organic food, pets, perfect selfies, children, sports, religion, relationships, minimalism, perfection, muscles, urban toys, shoes, traveling, or fame?’ But nobody is prepared for that kind of question on a first date. So I said, ‘You look great.’”

       If you have known the writer personally, have ever seen her illustrations, or simpler as following her on her social media(especially Instagram, with username @lalabohang), maybe you won’t be strange with this book, and the emotions you feel when you read it.
     
      Yes, with her monochromatic illustration – always use the character of short-hair girl (I bet it as visualization of herself) – and the writing’s content which having a dark impress, or precisely gloomy, I’m sure you’ll be drawn into the mixed-feeling’s stream and also the things we think about the most but we talk least:
     about our existence in this world, our insecurity with everything even with ourself, our necessity which never in line with our unpreparedness in order to become adult, some failure on interpersonal relation (of course it hurts) because of nothing but our inner-complicacy. 

     and every pop-phenomenon that make us think, like, ‘Oh, dia bisa nulis gitu juga, ya, padahal kayaknya hidup dia oke-oke aja.’ ( ‘Oh, my, she can writes something like that. I thought her life was perfect.’ )

         Well, there is a writing I really love:
       
       Courage died everyday. When I decided to stop looking for more and started looking for nothing. I finally realized less is not always more and more is not always less. So, what to settle for? Women and men have been living side by side on earth since the beginning. Breathing the same air but always wanting different things in life. Woman want safe companionship. Men want experimental companionship. Women want all nice things in life. Men want all nice looking creatures in the world. Women want polite sex. Men want wild sex. Since then women and men always seek for intersection between their needs. Trough relationships, trough marriage, trough parenthood. “Theoretically you’re perfect. It’s just that women and men don’t have any intersection. (Page 74)

     Although in the end of the book she said that this book is not a motivational book, but I’m sure behind these 147 pages of Lala’s pouring of heart which really feels like it belonged to my bestfriend, Lala gave some short messages for reader through her perspective to sensing the world and the life itself. 
     
      For all the illustrations, if you are the fans of contemporary art, you will love it! And if you are confuse whether buy this book or borrow from your friend – or even merely read in the bookstore – trust me, when you put the book on your bookshelf, you will make an impression as an artsy-person to people who sees it.

      

     Regards,
     yuralasari



     PS: I read and wrote this review on a rainy afternoon of windy September, and in the moment when I have experienced some exhausting emotions – in the romantic context . And I felt like I’d got friend  at the time.



Sunday, May 15, 2016

On the Table - Exhibition Series


Lir presents: "On the Table - Exhibition Series"

------
(scroll down for english)


Kami mengartikan istilah "On the Table" di pameran dalam dua makna: 1. secara harfiah: di atas meja, dan 2. secara idiom: meletakkan subyek dan poin-poin untuk didiskusikan oleh kelompok. Apabila tahun lalu kami membuat pameran retrospektif untuk melihat ulang dan menanyakan pada diri sendiri "apa saja yang sudah kamu lakukan 4 tahun terakhir"; maka kali ini pertanyaan kami berkembang menjadi "setelah 5 tahun, apa yang akan kamu lakukan sekarang?".

Untuk menjawabnya, kami membedah berbagai kegiatan yang diinisiasi Lir dan menjadi kepedulian utama kami saat ini ke dalam tiga pameran yang berbeda: 1. The Observant Club yang merupakan platform riset kuratorial yang kami mulai sejak tahun lalu, 2. Independent Book Making Club yang coba kami hidupkan kembali dengan sebuah pameran buku yang sekaligus menjadi spion untuk melihat ke belakang dan mengingat sejarah ruang, ketertarikan atas buku, dan bentuk buku sebagai medium karya dan ruang pamer alternatif , serta 3. Exhibition Laboratory yang merupakan platform 'sekolah liar' yang berbentuk laboratorium penciptaan karya seni dan pameran tunggal.

Secara harfiah dan sederhana, seluruh pameran akan ditampilkan di atas meja sebagai alternatif atas dinding. Ketika sebuah ruang alternatif kerap mendapatkan pertanyaan "alternatif atas apa?", maka pertanyaan sulit tersebut kami jawab dengan bermain-main. Pada akhirnya, gagasan atas ruang alternatif membebaskan gagasan atas ruang pamer dan memperluas cakupan bentuknya. Galeri bisa tidak berbentuk galeri, dipindah ke jalanan, ruang privat, ataupun dimampatkan dalam bentuk buku. Dinding ruang pamer bisa digantikan perannya oleh pepohonan, facade gedung, atau dalam hal ini: di atas meja! Menjadi alternatif memberikan kebebasan untuk memilih jalur-jalur yang tidak biasa. Kali ini kami menggabungkan keduanya dan mempresentasikan separuh seri pameran ini di dalam sebuah galeri white-cube yang berlokasi di kompleks situs bersejarah di dunia seni rupa Jogja. Karena, bagaimanapun, sebuah ruang seni alternatif memiliki kebebasan untuk menapakkan kedua kaki di atas dua tanah yang berbeda, bukan?

Selain itu, kami pun menikmati kemiripan ruang Lir dengan sebuah meja: sifatnya yang lebih intim, ruang yang terbatas dan cenderung sempit, serta sifatnya yang dekat dengan keseharian dan mudah dijangkau tanpa adanya teror ruang. Bagi kami, meja juga memungkinkan adanya interaksi dan mengundang orang untuk melakukan kegiatan di atasnya. Baik dalam presentasinya sebagai meja makan, meja belajar, meja kedai, hingga meja praktek dalam rangkaian pameran ini; seluruhnya merupakan cerminan atas Lir dan kedekatannya dengan elemen makanan, ruang belajar kelompok, keberadaan kedai dan adanya ruang bertemu untuk berinteraksi, mencatat, bertanya, dan membuat kesimpulan.

Dalam pameran pertama "The Observant Club's Fine (Art) Dining", adanya sebuah performative exhibition menjadi inti dari pameran ini dan berfungsi sebagai pendidikan seni alternatif. Sejumlah duta seni rupa akan diundang ke sebuah jamuan makan yang menampilkan karya-karya seni berbasis makanan. Lini masa keluarnya karya tersebut dalam sejarah seni rupa Indonesia ditampilkan dalam urutan makan dalam three-course dining. Saat pertunjukan sedang tidak berlangsung, terdapat pameran dokumentasi dan modul pelengkap bagi karya ini.

Dalam pameran kedua "(Not a) Book (but a) Show", sejumlah seniman diundang untuk membuat 'pameran tunggal' yang diwujudkan dalam sebuah 'ruang pamer' yang berbentuk buku. Maka dalam pameran buku ini; buku dilihat sebagai ruang pamer, sebagai pameran itu sendiri, maupun sebagai karya final berbentuk artist book.

Dalam pameran ketiga "Exhibition Laboratory Representative Duel/Duet", dua seniman lulusan Exhibition Laboratory #1 dan #2 diundang untuk mengembangkan proyek mereka masing-masing yang dulu dipamerkan dalam pameran tunggal di Lir.

Seluruh pameran ini dibuat untuk dinikmati perlahan dengan kedekatan fisik dan adanya interaksi. Kami juga memamerkan rangkaian pameran ini di dua lokasi untuk memperkenalkan kerja kuratorial Lir yang kini dilakukan secara kolektif dalam sebuah tim kuratorial. Hal tersebut memungkinkan kami membuat pameran dalam kerangka kuratorial Lir di lokasi lain di luar Lir Space. Maka, catat tanggal dan lokasi pameran; dan selamat menikmati!

-----

(english)

We translate the term "On the Table" as: 1. literally: on the table, and 2. by its idiom: subject to submitted as a point of discussion by the group. Last year, we made a retrospective exhibition to look back and ask ourselves "what have you done in the past 4 years?"; now our question evolves to "after 5 years, what are you planning to do?".

To answer the question, we review previous projects we initiated that have become our main concern and present it in three different exhibitions: 1/ The Observant Club -a curatorial research platform we started last year, 2/ Independent Book Making Club -a club we are trying to revive with a book show that also become a rearview mirror to look back and remember the history of our space, our interest in books, and the form of book as a chosen medium and alternative exhibition space, also 3/ Exhibition Laboratory -our 'wild school' platform in form of a laboratory for creating artwork and solo exhibition.

Quite literally and simply, all exhibitions will be presented on the table as an alternative of the wall. When an alternative artspace often face a question of "being an alternative of what?"; we decided to answer the difficult question playfully. At the end, the idea of an alternative space liberated the notion of an exhibition space and broadens the scope of its form. A gallery can be gallery-less, presented on the street, private area, or even compressed into a book. The wall of an exhibition space can fully perform its function on a tree, on a facade of a building, and in this case: on the table! Being 'the alternative' gives freedom to choose unusual path. This time, we combine the two and present half of the series inside a white cube gallery located on an art historical site in Jogja. Because, well, an alternative space has such freedom to step both feet on different ground, right?

Aside from that, we like the likeliness of Lir as a space with a table: it is intimate, the space is limited and even narrow, and its nature is close with the daily life and approachable without that certain 'terror' of an artspace. For us, the wall makes interaction possible and invites people to make and do things on it. Whether it is presented as a dining table, a desk, a counter, or a practice table; all of which are becoming the reflection of Lir's affair with food, study group, the presence of a shop and gathering space to interact, take notes, ask, and draw a conclusion.

In the first exhibition "The Observant Club's Fine (Art) Dining", a performative exhibition become the whole essence of this exhibition and have a role in becoming an alternative art education. A number of visual art free-agents are invited on a dining party that will present edible food-based fine art. The timeline of those works in the Indonesian art history will be presented on three-course dining arrangement. When the performance is not present, a documentation and supplementary module will be exhibited as part of this work.

The second exhibition in the series "(Not a) Book (but a) Show", several artists are invited to make 'solo exhibition' in form of book as 'exhibition space'. Thus, in this book show; book is an exhibition space, an exhibition, and an artist-book as final artwork presentation.

The third exhibition "Exhibition Laboratory Representative Duel/Duet", two young artists graduated from Exhibition Laboratory #1 and #2 are invited to develop their projects that were exhibited in their solo exhibition at Lir.

The whole exhibition series is made to be enjoyed slowly with a physical proximity and interaction. We also exhibit this series in two different locations to introduce our collective curatorial work as a curatorial team under Lir’s name. It allows us to create projects in Lir's curatorial platform at other location outside Lir Space. So, save the date and exhibition location; and enjoy the show!


-----

  
Exhibition | Pameran


On the Table : 01 - "The Observant Club's Fine (Art) Dining"
(a performative exhibition | an alternative art education)

presenting works by:
Mella Jaarsma | Agung Kurniawan | Alfin Agnuba | and other collaborators

May 24 - June 7, 2016 @ Lir Space

--

On the Table: 02 - "(Not a) Book (but a) Show"
(book as an exhibition space | book as an exhibition)

presenting works by:
Edita Atmaja | Iwan Effendi | Mamuk Ismuntoro | Pasangan Baru x Alexander Reza | Stereoflow | Terra Bajraghosa | Yonaz Kristy Sanjaya | Yudha Sandy x Shigeru Joji x Linda Soetomo

24 May - 7 June, 2016 @ Jogja Contemporary
10 June - 24 June, 2016 @ Lir Space

--


On the Table: 03 - "Exhibition Laboratory Representative Duel/Duet"
(two Ex.Lab. artists | one show)

presenting works by:
Alfin Agnuba and Isnen Bahar Sasmoyo

10 - 24 June, 2016 @ Jogja Contemporary

-----

Venue | Lokasi


Lir Space
Jl.Anggrek 1/33
Baciro - Yogyakarta

Jogja Contemporary
Kompl.Jogja National Museum
Jl.Prof.Ki Amri Yahya no.1
Gampingan - Yogyakarta

-----

for more information, check: www.lirspace.net or instagr.am/lirspace

Wednesday, May 11, 2016

[LIR BOOK REVIEW] Sepeda Merah #1: Yahwari


*****

Sepeda Merah #1: Yahwari – Kim Dong Hwa
PT Gramedia Pustaka Utama, 2012


“Yang baru untuk si sulung, dan yang paling bagus dikhususkan untuk si bungsu. Pada akhirnya, selalu Sang Ayah yang memakai kaus kaki yang berlubang.”
(Halaman 57, Kisah 11: Kaus Kaki)



Kalimat di atas adalah sepenggal dari beberapa kalimat dalam buku ini yang masih saya ingat sampai sekarang. Sampul yang manis dengan jumlah halaman yang tipis cukup menarik  saya -- yang waktu itu sedang terburu-buru -- untuk tetap membacanya Namun, meskipun tipis, suasana puitis, romantis, dan juga melankolis, tetap berhasil disampaikan oleh Kim Dong Hwa.

Bagi saya. kebiasaan -- atau keterbiasaan-- membentuk ingatan, ingatan membentuk pandangan, dan pandangan membentuk perbuatan.  Hal barusan terlihat jelas sebagai kisah yang ingin disampaikan dalam novel grafis ini: mengenai kehidupan dari kacamata seorang tukang pos yang menggunakan sepeda merahnya untuk mengantarkan surat di Desa Yahwari.

Setiap hari, tukang pos ini melewati jalan yang sama hingga ia hapal dengan rumah dan detilnya, penghuninya, bahkan kebiasaan penghuninya, meski ia tidak tau nama-nama mereka (dan sejujurnya saya juga tidak tau nama tukang pos itu). Keterbiasaan ini juga menjadikan ia memiliki pandangan yang sangat terbuka terhadap penduduk desa itu. Ia tidak segan untuk berbuat baik dan memberikan bantuan, mulai dari mengantarkan orang asing hingga mendengarkan cerita seorang kakek yang sudah tinggal sendirian, meskipun ia sedang bekerja.

Kisah dalam buku ini dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu Kisah para Ibu, Kisah Para Ayah, dan Kisah Penduduk Desa Lain, yang semuanya digrafiskan oleh Kim Dong Hwa sendiri dengan keindahan yang bersahaja.

Pada akhirnya, membaca buku ini juga mengingatkan saya pada perasaan zaman kecil dulu -- saya adalah angkatan muda generasi 90an sehingga masih sempat merasakan komunikasi lewat surat meski bukan sebagai komunikasi primer – yang kerapkali deg-deg-an saat menunggu surat dari tukang pos, tapi kali ini saya mengalami perasaan dari kacamata tukang pos itu sendiri. Lucu juga, ya, jadi tukang pos?

Salam,

yuralasari

Tuesday, May 3, 2016

[TEASER] Turning Five!


*****

May is always the most exciting month of the year for us. It represent the personal new year of Lir: it's the month of our anniversary! Lir is turning 5 on May 9, 2016. For our 5th anniversary, we have several programs lining up, waiting to be formally announced to the world. We are giddy with excitement right now. 

So, what to expect this month at Lir? I can give you some hints.. (while the rest of it remain secrets-- stay tuned for our official poster release on Instagram, facebook, twitter, and in this blog)


Art:
A series of exhibition marathon, featuring our curatorial-research team: "The Observant Club", focusing on alternative art education, independent-book making as a form of solo exhibition, and questioning the notion of 'space' in the exhibition space. There will be four exhibitions in one month, featuring the work of senior artists as well as young artists from Jakarta, Jogja, Surabaya, and (maybe) Bali. 

Books:
Cheap book sale and even more books to take on a blind date! 

Activity: 
How about a literature class for writing a personal hand-written letter, taught by a well known author? I would personally sign up for that!

Treats: 
Stay tuned for our freebies, treats, and flash discount that will be announced on a daily basis on instagram (http://instagr.am/lirspace/

Music:
We'd really love to celebrate our birthday with some folks.. but, our beloved music-event manager is currently undertaking a 'residency' in the island of God.. still, one can always hope right? If you wish to sing some folk this month, let's make a plea to folkafternoon via his instagram, twitter, and facebook account. Who knows he'll take a quick holiday back home to make some music! *winkwink*



Tuesday, March 8, 2016

[LIR BOOK REVIEW] The Dusty Sneakers: Kisah Kawan di Ujung Sana


*****

The Dusty Sneakers: Kisah Kawan di Ujung Sana – Teddy W Kusuma & Maesy Ang
Noura Books / 2014


“Kami akan menulis pengalaman-pengalaman pribadi yang kami alami, perasaan-perasaan yang timbul, obrolan-obrolan yang tercipta, orang-orang yang menarik yang kami jumpai, atau refleksi-refleksi yang timbul darinya.”

Menegaskan kembali sepenggal kesepakatan di antara sepasang sahabat --yang mencintai perjalanan dan kejutan yang ada di dalamnya--, meski buku ini adalah tentang perjalanan, segera lupakanlah buku ini bila yang Anda cari adalah tips dan trik memilih penginapan, rekomendasi kuliner khas destinasi wisata, ataupun koleksi foto profesional dengan judul manis nan puitis. Namun bila yang Anda cari adalah sebuah ide mengenai perjalanan, motivasi untuk melangkah lebih jauh dan menghidupkan imajinasi, komparasi atas hasil refleksi diri, atau bahkan untuk sekedar merasakan sensasi hangat saat bertanya pada diri sendiri ‘kapan saya bertemu partner bepergian dan berbagi seserasi mereka?’; Anda wajib menyelesaikan buku ini.

Dengan gaya penulisan yang ringan dan tidak terasa dibuat-buat, serta keintiman yang membuat saya menangkap bahwa buku ini murni berasal dari gairah pribadi dalam proyek personal mereka, thedustysneakers.com; Twosocks –si kawan di Ujung Timur— sukses memerankan sisi kontemplatifnya lewat pendakian gunung bersama sahabatnya, obrolan singkat mengenai kampung halaman bersama bibinya, hingga dialog dengan sahabatnya di ujung sana;  alih-alih Gypsytoes –si kawan di Ujung Barat—sukses memerankan sisi imajinatifnya lewat pengalaman ruang saat berada di Shakespeare and Co., pertemuan kecil mengejutkan dalam dunia yang kecil pula (Un Piccolo Mondo), hingga fakta mengenai pelecehan seksual yang memojokkan wanita dan masih terjadi hingga saat ini.

“Banyak orang bisa menikmati perjalanan, tapi sedikit yang bisa memaknainya.”,

merupakan kutipan yang saya baca di awal buku ini sebagai sebuah prolog namun terus saya amini hingga buku ini berakhir, karena The Dusty Sneakers –sebagai pejalan dan pencerita— sangat berhasil melakukan keduanya dalam tiap jenis perjalanan mereka: baik sendiri maupun berdua; bersama kawan lama maupun kawan baru; jauh maupun dekat; hingga perjalanan yang seringkali tidak kita anggap sebagai perjalanan, yaitu keseharian.

Salam terhangat,
yuralasari

Thursday, February 18, 2016

[LIR BOOK REVIEW] Deru Napas di Balik Layar


*****

Deru Napas di Balik Layar – Kisah Sukses Sutradara, Penulis, dan Penata Musik
Penerbit Buku Kompas / 2005


Orang mungkin kerap lupa bahwa film bukanlah sekedar pretty faces on screen. It’s so much more than that, dan buku ini mengingatkan pembacanya untuk berterimakasih kepada para sineas yang telah mencucurkan keringat di balik layar demi menyajikan suatu pengalaman sinematik yang seringkali tidak main-main. Sutradara, penulis skenario, kamerawan, penata musik serta kru yang terlibat di dalam pembuatan suatu film inilah mereka, yang terus bersinergi mewujudkan mimpi perfilman.

Merupakan kumpulan artikel yang sebelumnya pernah dimuat di Surat Kabar Kompas, tentu akan turut pula memberikan perspektif baru kepada para pembaca. Bagaimana tidak, artikel-artikel mengenai para tokoh signifikan di belakang layar tersebut ditulis oleh orang-orang dengan latar belakang kebanyakan wartawan budaya Kompas senior–selain dari lingkungan film itu sendiri.

Terbagi ke dalam beberapa bagian dengan benang merah yang jelas tertera pada judul tiap babnya, Deru Napas di Balik Layar untuk saya pribadi serupa pengantar wajib untuk lebih dalam memaknai dunia sinema. Kala pertama kali saya membaca daftar isi buku ini, judul-judul artikel tentang beberapa sutradara favorit saya terasa begitu menarik perhatian, namun ternyata banyak artikel lain yang lebih menimbulkan kesan, seperti kisah-kisah dari negeri sendiri (dari Teguh Karya sampai Maria Kadarsih asal Jogja) dan dari sineas negeri timur macam Samira Makhmalbaf dan Abbas Kiorastami. 

Berbagai kisah mengenai para tokoh di belakang layar tadi selain akan memberikan insight kepada pembacanya, mungkin juga dapat memberikan motivasi kepada mereka yang kini sedang berjuang juga di belakang layar. Satu lagi nilai plus dari buku ini, cukup banyak rekomendasi film yang bisa Anda dapatkan. Maka rasanya tidak salah bila saya katakan bahwa buku ini dapat dinikmati berbagai kalangan, tidak eksklusif untuk satu kalangan tertentu. Jangan ragu untuk langsung membacanya saat Anda melihat buku ini di rak buku Lir. 


Cheers.
F. R. Fikri

Wednesday, February 10, 2016

"preloved:relove"


(a valentine's day celebration)

14 Februari 2016 | 10.00 -17.00


LIR.
Jl.Anggrek 1/33 
Baciro - Yogyakarta

-----


For the love of books, coffee, and all things nice; we are inviting you to our Valentine's day celebration with these activity lineups:


"Blind Date with a Book"
we dare you to take a blind date with a book. Some say that you should not judge a book by its cover.. so, you won't! The books are neatly brown-paper packed, with only a pick-up line written on it. If you are convinced to take a blind date with the book, you can bring it home for 25k each. Bonus point if you write a review about it and send them to Lir, we'll treat you with a free coffee on your next visit!| 25k - cash only


"Book Sale: Children and Secondhand Books"
Whether you are looking for a little something for a friend, the loved ones, or yourself; we offer a diverse range of second hand books in affordable price. Here you can find children books, philosophy, literature, and many more! | <100k - cash only


"Storytelling" 
While you do the shopping, let us take a good care of your children and read them a nice book. The reading is scheduled at 12.00 but you can also ask us for extra reading time during the whole event. | free


"Coffee Matchmaking"
What's better than a cup of good coffee? A perfect cup of coffee to match your personality, that is! Spend few minutes’ conversation with our coffee matchmaker to  help you meet the perfect coffee to match your lifestyle, interest, and personality. Maybe, you will find the one! | 15k - cash only


"Instant Poetry and Fast Drawing by Sanjonas"
Wordplay and drawing to swept her off her feet! (or him) Get them neatly typewritten and personalized especially for you. | 10k or book donation  


"Natural Skincare and Products by Kinanthi Soap"
We will be selling handmade soap, skincare, aromatherapy products, and laundry soap made from scratch using the finest natural ingredients. Its environmental friendly and it will do your skin some favors. | 20k to 50k - cash only


"Lemonade and chocolate stand" 
Refresh yourself with cold freshly squeezed lemonade and chocolate stand. Other than that, Lir's resto is also open if you are feeling like eating something a little bit heavier with more choice. | 10k to 20k - cash only


"For the Little One" 
Get your little one a comfortable t-shirt or get yourself a matching t-shirt with the little loved ones at Summer and Spring Kid's booth. | <100k - cash only


"Preloved and Handmade Goods" 
One man's trash is another man's treasure. Dig in our treasure chest of preloved goods and handmade stuffs made with love by the Lir's girls. You can find cloths, shoes, home decors, gifts, curiosities, and the most fun of all: the pretty little things that you don't need. | <100k - cash only


"Dating Material" 
Our team is now curating special music playlist and movie-list for your dating purpose. Whether you are going for a long ride to the seaside with your friend, staying in on a rainy day with the loved one, or wanting to woo your date with your classic movie-list; we have them all for you! All you need is a space in your usb and something to barter with the dating material: a poetry you just wrote, flowers, love stories, short conversations, references, knowledge, or small nice things and trinkets. | free - barter only 


..and many more!


------


Lir. kinanthi soap . hidden . bvkv akik . summer n spring kids . trulyjogja.com . lirgirls . et all.

Saturday, January 23, 2016

[LIR BOOK REVIEW] Dalam Rahim Ibuku Tak Ada Anjing


*****


Dalam Rahim Ibuku Tak Ada Anjing – Afrizal Malna
Bentang Budaya / 2002


"Aku seorang perempuan yang sedang sibuk membongkar tembok-tembok. Yang akar-akar dari tembok itu melilit sepatuku. Aku percaya, dalam rahim ibuku tidak ada sampah." - Afrizal Malna, hlm 59 (Kelahiran Seekor Anjing)

Anti-puitik, entah apa istilah linguistiknya, Tapi yang jelas, kumpulan puisi Afrizal Malna yang ini bukan seperti puisi kebanyakan. Puisinya ditulis seperti sebuah deret gerak cepat bakal animasi yang tak saling sambung, saling tubruk, berkelindan, chaos. Tapi dalam kelebatan-kelebatan kalimatnya, satu per satu isu mencuat. Penuh metafor, tapi kata-kata indah bukan amunisinya. Afrizal Malna justru mengajak kita berlompatan di pemandangan kelas menengah ke bawah, adegan-adegan profesi yang tak pernah tertulis di kolom cita-cita, kumuh. Dalam sudut pandang yang jungkir-balik tapi segar, ia mengutuki bangsatnya rezim yang 32 tahun berkuasa, sampai bujuk rayu pemanas adegan ranjang. Juga sosok ibu, tempat kita selalu ingin pulang, tempat segala lahir, sosok yang menjadi ‘rumah’ dalam rumah itu sendiri.

Ditulis di circa 1998, tidak bisa tidak, banyak sarkasme politis yang terbaca dari buku ini. Melalui kolase-kolase katanya, secara implisit Afrizal Malna meleburkan dirinya dalam masyarakat kelas bawah, dan meminjam perspektif mereka untuk mengomentari situasi politik pada jaman itu. Ia seperti melawan stereotype akan apa yang bisa dideskripsikan dengan kata ‘indah’. Pilihan jitu jika kalian sedang bosan atau sudah kenyang dengan puisi yang hanya mengurusi indahnya siluet senja atau daun-daun berguguran. Dan karena topik tentang reformasi belum akan habis dibahas sampai entah mungkin berapa belas atau puluh tahun lagi, buku ini akan tetap konstektual untuk dibaca.

Dalam permainan bahasanya, Afrizal Malna kemudian mengumpamakan kata sebagai sebuah ruang. Maka jangan heran membaca adegan-adegan absurd yang aneh jika dibaca secara literal, ia lebih seperti ingin membanjiri kita dengan impresi. Yang dari situ kita bisa menilai sendiri, apakah kita sudah sampai di teras, ruang tamu atau bahkan sudah sampai dapur dan halaman belakang semesta kata milik Afrizal Malna. Suka sekali dengan kolase adegan macam kota-kota yang terjebak dalam koper yang diletakkan di rak barang kereta api jurusan Jogjakarta, secangkir kopi yang menelan malam dalam setiap tegukannya, mayat gubernur yang disimpan di kolong tempat tidur, kepalan tangan yang jadi bara pemasak politik negara. Ngomong-ngomong, saya suka sekali dengan ilustrasi Ugo Untoro di sampulnya.

Tabik,
(Titah AW – menulis di WARN!NGMAGZ, memasak di LIR.)


*****



Note:
#LirBookClub mengundang para penikmat buku untuk datang membaca di Lir dan menuliskan pendapatnya atas buku tersebut. Siapa saja bisa terlibat dalam kegiatan ini. Cukup datang di waktu operasional Lir., membaca buku, dan mengirimkan tulisan kepada kami. Untuk tulisan yang dimuat akan mendapatkan kopi gratis di kunjungan berikutnya! 


Friday, January 15, 2016

[OPEN CALL] Exhibition

(desain poster oleh @isnainbahar)


*****


[OPEN CALL : EXHIBITION]


LIR Space (www.lirspace.net) adalah sebuah ruang seni independen yang berdiri sejak tahun 2011 dengan tujuan membangun lingkungan yang suportif dan positif bagi seniman muda lintas media yang berasal dari berbagai disiplin ilmu.

Awal tahun ini, LIR Space membuka kesempatan bagi para seniman muda dan kurator untuk mengajukan pameran dalam periode bulan Februari - April 2016 dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Pameran berupa pameran tunggal atau project-based.

2. Mengirimkan berkas-berkas berikut ini dalam satu format PDF (.pdf): 
    - CV
    - Portofolio / online portfolio link
    - Proposal pameran yang akan diajukan (500 kata)
    - Tuliskan pilihan pertama dan pilihan ke-dua untuk waktu berpameran 

3. Kirimkan ke alamat lirspace@gmail.com paling lambat 24 Januari 2016. 


(Untuk melihat arsip pameran Lir dari th.2011-2015: www.lirspace.net)