Tuesday, March 8, 2016

[LIR BOOK REVIEW] The Dusty Sneakers: Kisah Kawan di Ujung Sana


*****

The Dusty Sneakers: Kisah Kawan di Ujung Sana – Teddy W Kusuma & Maesy Ang
Noura Books / 2014


“Kami akan menulis pengalaman-pengalaman pribadi yang kami alami, perasaan-perasaan yang timbul, obrolan-obrolan yang tercipta, orang-orang yang menarik yang kami jumpai, atau refleksi-refleksi yang timbul darinya.”

Menegaskan kembali sepenggal kesepakatan di antara sepasang sahabat --yang mencintai perjalanan dan kejutan yang ada di dalamnya--, meski buku ini adalah tentang perjalanan, segera lupakanlah buku ini bila yang Anda cari adalah tips dan trik memilih penginapan, rekomendasi kuliner khas destinasi wisata, ataupun koleksi foto profesional dengan judul manis nan puitis. Namun bila yang Anda cari adalah sebuah ide mengenai perjalanan, motivasi untuk melangkah lebih jauh dan menghidupkan imajinasi, komparasi atas hasil refleksi diri, atau bahkan untuk sekedar merasakan sensasi hangat saat bertanya pada diri sendiri ‘kapan saya bertemu partner bepergian dan berbagi seserasi mereka?’; Anda wajib menyelesaikan buku ini.

Dengan gaya penulisan yang ringan dan tidak terasa dibuat-buat, serta keintiman yang membuat saya menangkap bahwa buku ini murni berasal dari gairah pribadi dalam proyek personal mereka, thedustysneakers.com; Twosocks –si kawan di Ujung Timur— sukses memerankan sisi kontemplatifnya lewat pendakian gunung bersama sahabatnya, obrolan singkat mengenai kampung halaman bersama bibinya, hingga dialog dengan sahabatnya di ujung sana;  alih-alih Gypsytoes –si kawan di Ujung Barat—sukses memerankan sisi imajinatifnya lewat pengalaman ruang saat berada di Shakespeare and Co., pertemuan kecil mengejutkan dalam dunia yang kecil pula (Un Piccolo Mondo), hingga fakta mengenai pelecehan seksual yang memojokkan wanita dan masih terjadi hingga saat ini.

“Banyak orang bisa menikmati perjalanan, tapi sedikit yang bisa memaknainya.”,

merupakan kutipan yang saya baca di awal buku ini sebagai sebuah prolog namun terus saya amini hingga buku ini berakhir, karena The Dusty Sneakers –sebagai pejalan dan pencerita— sangat berhasil melakukan keduanya dalam tiap jenis perjalanan mereka: baik sendiri maupun berdua; bersama kawan lama maupun kawan baru; jauh maupun dekat; hingga perjalanan yang seringkali tidak kita anggap sebagai perjalanan, yaitu keseharian.

Salam terhangat,
yuralasari